Terimakasih untuk
Cinta & Lukanya
Jam
menunjukan angka 07.15, udah seharusnya aku berangkat sekolah. Dan sesampainya
di sekolah aku langsung duduk ditempat dudukku, dan menoleh ke belakang kearah
meja Brian. Brian Syahreza adalah sahabatku, tapi itu dulu. Semenjak ulang
tahunku yang ke 16, dia berubah padaku, perhatiannya melebihi seorang sahabat.
Kita udah deket semenjak kenaikan kelas XI, itu juga karna dia nyambung sama
aku enak di ajak bercanda. Akhir-akhir ini kita deket kesana kesini bareng.
Awal bulan Mei aku di beri cobaan oleh Tuhan, seorang cewek yang gak suka terhadap kedekatanku dan Brian, dia adalah Fera. Fera dulu juga dekat dengan Brian, tapi mereka gak sampe jadian. Teman-teman Fera melabrakku, dengan tuduhan aku merebut Brian dari Fera, entah apa yang harus aku lakukan, toh faktanya emang Brian kan gak pernah jadian sama Fera. DEKET? Ya tapi itu dulu pada saat mereka kelas 10. Dan disini aku belajar menjadi sosok pribadi yang kuat, sabar dan tidak menghiraukan mereka yang iri padaku. aku tak memikirkan masalah itu, karna hati aku yang terpenting bukan mereka.
Awal bulan Mei aku di beri cobaan oleh Tuhan, seorang cewek yang gak suka terhadap kedekatanku dan Brian, dia adalah Fera. Fera dulu juga dekat dengan Brian, tapi mereka gak sampe jadian. Teman-teman Fera melabrakku, dengan tuduhan aku merebut Brian dari Fera, entah apa yang harus aku lakukan, toh faktanya emang Brian kan gak pernah jadian sama Fera. DEKET? Ya tapi itu dulu pada saat mereka kelas 10. Dan disini aku belajar menjadi sosok pribadi yang kuat, sabar dan tidak menghiraukan mereka yang iri padaku. aku tak memikirkan masalah itu, karna hati aku yang terpenting bukan mereka.
Aku capek harus bolak-balik toilet untuk membuang air
mata kepedihan ini, aku gak kuat nahan air mata di depan Brian. Setiap kali aku
menatap matanya aku bertanya dalam hati “apakah kamu benar mencintaiku, ataukah
aku hanya bonekamu?”, sikap cueknya itu membuatku perih dan sesak di dada. Aku
harus bertahan, mungkin aku belum terbiasa dengan sikapnya, harus selalu
optimis berfikir tentang dia. Prinsipku “jika kita ingin di mengerti oleh
mereka, kita juga harus mengerti mereka” yup aku harus ngertiin dia.
Berminggu-minggu aku dekat padanya, tapi dia sama sekali belum menyatakan
perasaannya, aku rasa aku harus menunggu dan dia juga butuh waktu, dan aku
yakin dia punya cara tersendiri buat ngungkapinnya.
***
Hari ini upacara bendera libur dulu soalnya ujan nih
pagi-pagi, aku dari dulu gak suka sama yang namanya hujan, aku gak suka petir.
Aku duduk diam di bangkuku dan lalu aku menoleh ke arah Brian yang sedang
menikmati music yang ada di speaker porttablenya, aku terus menatapnya dan
bicara padanya. “Yan, ganti dong lagunya, aku gak suka lagunya.” Pintaku
padanya.
Dia melihat ke arahku, dan dia malah buang muka
padaku. Aku langsung terdiam dan membalikkan badanku ke arah papan tulis. Dia
gak suka ya sama aku, sampe dia gituin aku? Hmm.
aku masih sabar soal itu, aku menoleh teman sebangku ku, aku meminjam LKS nya, tapi terdengar dari suara di belakangku “aku dulu lyn yang minjem” aku langsung melempar LKS itu kearah mukanya. Dan aku langsung lari ke toilet, aku langsung kunci pintu dan menyalakan air keran, supaya gak ada yang tau kalau aku nangis. Aku baru sadar sahabatku Nessa tau kalau aku pergi sendirian pasti ada sesuatu hal yang terjadi kepadaku, aku langsung mengusap air mataku, dan mencuci mukaku, aku keluar dari toilet itu, lalu aku berjalan menuju kantin. Aku gak peduli aku harus kehujanan, walaupun hujannya gak terlalu lebat. Aku memesan teh hangat, dan langsung duduk di meja kantin, ku pandangi Iphoneku. Tapi, gak ada satupun pesan atau bbm dari Brian. Brian tidak mengkhawatirkanku, dia tak mencariku, tiba-tiba hujan sangat lebat datang menghampiri, aku sudah tak kuat menahan rasa sakit dan air mata ini. Aku langsung berjalan menuju kelasku dengan airmata ini, seenggaknya kali ini hujan telah membantuku untuk menghapus air mata ini. Tiba-tiba Nessa menghalangiku.
aku masih sabar soal itu, aku menoleh teman sebangku ku, aku meminjam LKS nya, tapi terdengar dari suara di belakangku “aku dulu lyn yang minjem” aku langsung melempar LKS itu kearah mukanya. Dan aku langsung lari ke toilet, aku langsung kunci pintu dan menyalakan air keran, supaya gak ada yang tau kalau aku nangis. Aku baru sadar sahabatku Nessa tau kalau aku pergi sendirian pasti ada sesuatu hal yang terjadi kepadaku, aku langsung mengusap air mataku, dan mencuci mukaku, aku keluar dari toilet itu, lalu aku berjalan menuju kantin. Aku gak peduli aku harus kehujanan, walaupun hujannya gak terlalu lebat. Aku memesan teh hangat, dan langsung duduk di meja kantin, ku pandangi Iphoneku. Tapi, gak ada satupun pesan atau bbm dari Brian. Brian tidak mengkhawatirkanku, dia tak mencariku, tiba-tiba hujan sangat lebat datang menghampiri, aku sudah tak kuat menahan rasa sakit dan air mata ini. Aku langsung berjalan menuju kelasku dengan airmata ini, seenggaknya kali ini hujan telah membantuku untuk menghapus air mata ini. Tiba-tiba Nessa menghalangiku.
“Kamu
kenapa Lyn? Kamu habis nangis ya?” Tanya Nessa dengan khawatir
“Aku
gapapa kok, santai aja” Jawabku sambil sedikit senyum
“Aku
kenal kamu gak cuma satu dua hari Lyn, tapi tiga tahun.
Aku tau siapa dirimu. Kamu pasti ada apa-apa. Kamu cerita Lyn ada apa?” Ucap
Nessa dengan sedikit mendesak
“Hatiku
sakit Nes, aku gak tau lagi harus gimana.” Jawabku sambil menangis.
“Kamu
disakitin siapa?” Tanya Nessa ingin tahu
“Brian.”Jawabku
dengan sesak
“Kenapa
lagi dengan Brian? Kamu diapain lagi sama dia? Biar aku labrak dia. Kamu
diapain sama dia?” Desak Nessa dengan nada tinggi
“Mungkin
aku yang terlalu berharap, mungkin aku yang salah. Aku mengharapkan seseorang
yang tidak mencintaiku. Aku yang bodoh.” Jawabku
“Ssssttt..
jangan pernah bilang seperti itu. Kamu gak salah kok sayang, kamu gak bodoh.
Cup cup cup jangan nangis ya sahabatku, kamu kuat kok Lyn, kamu pasti bisa ngelaluin ini semua. Ibarat besi itu
butuh ditempa puluhan kali untuk menjadi pisau yang tajam. Ini proses hidup Lyn, yang nantinya akan menguatkan Evelyn. Yang sabar ya, aku
yakin kamu pasti kuat. Senyum dulu dong.” Nasehat Nessa untuk memotivasiku
dengan memeluk erat tubuhku
“Makasih
ya Ness, makasih untuk motivasinya. Doakan aku agar selalu kuat ya.” Pintaku
“Pasti
Evelynku sayang, sudah ya jangan nangis.” Jawab Nessa
***
Satu jam aku berada di luar kelas, sebentar lagi bel
pulang, aku pamit ke Nessa untuk pulang duluan. Aku langsung segera ke kelas
dengan basah kuyup. Waktu aku baru masuk kelas, mataku langsung tertuju pada
Brian, ternyata dia asik-asik aja bercanda sama yang lainya, dia sama sekali
tidak mencariku dan mengkhawatirkanku. Aku langsung mengambil tasku dan pulang
ke rumah dengan motor kesayanganku, tak pandang seberapa deras hujan saat itu.
Sesampainya di rumah aku langsung lari ke kamar mandi,
seperti biasa aku langsung menyalakan air keran di bak mandi. Aku berdiri di
depan cermin, mataku, hidungku, bibirku merah karena hujan di mataku ini,
teringat Brian aku langsung menahan sesak di dada dan airmata ini. Aku
menghempaskan tubuhku di lantai kamar mandiku, aku meluapkan rasa sakit itu
dengan air mata. Brian gak suka sama aku, Brian gak peduli sama aku. Dari hal
terkecil tadi aja dia tidak menghawatirkan aku. Sampai sekarang aku gak pernah
tau perasaan Brian gimana sama aku, aku gak boleh terlalu berharap. Kalau dia
ada rasa sama aku pasti dia nyari aku, tapi nyatanya engga. Aku gak boleh
nangis lagi aku harus bangun dari ketepurukanku, dia gak bakal tau aku sesakit
ini dan menurutku kalau cinta itu seneng susah bareng, tapi malah senengnya aja
yang bareng. Ya aku tau dia gak ada rasa sama aku, wake up from your dream Lyn
! masih banyak yang lain yang bisa bikin seneng, jangan terpaku pada satu orang
yang selalu bikin sakit.
***
Aku masuk kekelasku dan pagi itu aku bertemu sesosok Brian, aku langsung berhenti di tempat sejenak, ku tarik nafasku dalam-dalam dan ku hembuskan perlahan dan aku langsung melanjutkan jalan ku ke arah tempat duduk. Brian menghampiriku, dia berbicara panjang lebar tapi sayangnya aku udah gak peduli, aku abaikan saja dia. Bel istirahat sudah berbunyi aku segera membereskan buku-bukuku di atas meja, aku berdiri dari tempat duduk ku, Brian menarik tanganku, dia berbicara dengan nada pelan kepadaku.
“Lyn, kamu kenapa?” Tanya Brian
“Menurutmu aku kenapa?” Jawabku kesal
“Kamu beda Lyn, aku salah apa sama kamu?” Nada Brian yang semakin pelan.
“Kamu bilang aku beda? Aku kaya gini karena kamu. Sudahlah kamu itu enggak pernah peduli sama aku Yan, dan sekarang kamu gausah sok sokan peduli gitu sama aku.” Nadaku agak tinggi.
aku perlahan pergi meninggalkan Brian, tapi Brian menarik tanganku.
Aku masuk kekelasku dan pagi itu aku bertemu sesosok Brian, aku langsung berhenti di tempat sejenak, ku tarik nafasku dalam-dalam dan ku hembuskan perlahan dan aku langsung melanjutkan jalan ku ke arah tempat duduk. Brian menghampiriku, dia berbicara panjang lebar tapi sayangnya aku udah gak peduli, aku abaikan saja dia. Bel istirahat sudah berbunyi aku segera membereskan buku-bukuku di atas meja, aku berdiri dari tempat duduk ku, Brian menarik tanganku, dia berbicara dengan nada pelan kepadaku.
“Lyn, kamu kenapa?” Tanya Brian
“Menurutmu aku kenapa?” Jawabku kesal
“Kamu beda Lyn, aku salah apa sama kamu?” Nada Brian yang semakin pelan.
“Kamu bilang aku beda? Aku kaya gini karena kamu. Sudahlah kamu itu enggak pernah peduli sama aku Yan, dan sekarang kamu gausah sok sokan peduli gitu sama aku.” Nadaku agak tinggi.
aku perlahan pergi meninggalkan Brian, tapi Brian menarik tanganku.
“Tapi tunggu Lyn, aku sayang kamu.” Tegas Brian
“Oh gitu ya, kemarin-kemarin kamu kemana? saat aku
butuhin yang ada malahan kamu asik-asik sendiri kan sama temen-temen kamu, aku
pergi dan kehujanan kemarin, apa kamu khawatirin aku? Enggak kan Yan? kamu
enggak peduli sama aku, sekarang kamu seenaknya bilang sayang, emang aku apaan Yan?”
Kesalku
“Lyn dengerin
penjelasan aku dulu.” Rintihnya
“Aku ga butuh
penjelasan apapun dari kamu Yan, semuanya udah jelas kok!” suara lantang keluar
dari mulutku, lalu aku langsung melepaskan genggamannya dan kemudian aku pergi
meninggalkannya.
***
Aku berjalan entah kemana, aku gak punya tujuan, yang tadinya mau ke kantin. Tetes demi tetes air mata ini mulai berjatuhan, kenapa harus
kayak gini sih. Aku terus berjalan sambil mengusap air mataku. Karna ini semua bukan akhir. Karna sudah lama aku lelah menunggunya, menunggu kepastian
hubungan diantara kita itu apa. Ternyata aku baru sadar orang yang mencintai
kita adalah orang yang memperdulikan kita. Seperti sahabatku Nessa.
Aku selalu
bertanya-tanya, mengapa semua terjadi saat aku mulai berusaha untuk
menghilangkan perasaanku kepadanya. Mengapa semua terjadi saat aku sudah tidak
cukup kuat untuk bertahan dalam kesakitan ini. Apa salahku? Apa salahku? Hingga
aku harus merasakan kesakitan ini. Aku sungguh tidak mengerti akan artinya
cinta. Apakah cinta sesakit ini? Apakah cinta seperih ini? Ya Allah, kuatkanlah
hamba untuk menghadapi ini semua.
Aku menjalani hari-hariku dengan selalu semangat dan
berusaha untuk melupakan semua yang terjadi. Aku terus berusaha untuk menghibur
diri. Aku bersyukur mempunyai teman yang peduli dan selalu membuatku tertawa.
Namun Brian semakin merasa bersalah terhadapku dan terus mengejarku dengan
pertanyaan-pertanyaannya.
“Lyn, tolong jelasin apa salahku hingga kamu berubah sikap
seperti ini kepadaku.” Rintihnya
“Kalo kamu pengen tau apa salahmu, intropeksilah !” Jawabku dengan muak
“Aku berhari-hari merenung memikirkan apa salahku
terhadapmu, tapi sampai sekarang aku masih belum menemukan jawabannya.” Ujarnya
“Itu semua karena keegoisanmu Yan, yang tak pernah bisa
memahami perasaan orang lain.” Kataku
“Gimana caranya biar kamu bisa memaafkanku Lyn? Aku akan
lakukan apapun asal itu bisa buat kamu memaafkanku. Karena aku sayang sama kamu
Lyn.” Jawabnya dengan meneteskan airmata.
“Semua sudah terlambat Yan, aku sudah bertekad untuk
melupakanmu. Kesakitan yang selama ini kamu berikan kurasa sudah lebih dari
cukup. Satu dua kali mungkin aku masih bisa memaafkanmu. Tapi untuk saat ini,
sulit untuk memaafkanmu.” Ucapku
“Aku minta maaf banget kalo selama ini aku sudah
menyakitimu. Aku bener-bener minta maaf. Aku gak ada maksud sedikitpun untuk
menyakitimu. Aku hanya bingung bagaimana caranya untuk mengungkapkan perasaanku
kepadamu. Aku mencintaimu Evelyn. Sekali lagi maaf atas semua kebodohanku.” Kata
Brian dengan memelas
“Terimakasih untuk cinta dan lukanya, maaf aku belum bisa
melupakan semua kesakitan yang kamu berikan.” Kataku dengan nada rendah
“Sampai kapanpun kamu akan menjadi sahabat sekaligus
seseorang yang special di hatiku. Dan akan ada tempat tersendiri untukmu
Evelynku sayang, maafkan aku.” Ucap Brian
Tanpa berkata apapun, aku pergi meninggalkan Brian
sendirian. Sebenarnya aku ingin sekali saat itu untuk memeluknya. Aku masih
mencintainya, namun aku tak mungkin untuk kembali padanya. Sakitku terlanjur
dalam dan sulit untuk memaafkanya.Tekadku sudah bulat untuk menghapus semua
bayangannya dari pikiranku. Dan aku harus bangkit dari keterpurukanku. Selamat
tinggal Brian, maafkan aku.
***
Malam
itu langit begitu cantik, dengan hiasan bintang-bintang yang menerangi malam
yang gelap ditemani dengan sinar rembulan yang tersenyum begitu menawan. Saat
itu aku terlentang diatas tempat tidurku dengan memandangi langit malam dari
atap kaca kamarku. Hal itu adalah kebiasaanku setelah selesai belajar. Setelah
sekian detik merenung dalam diam, tiba-tiba pikiranku melayang teringat kengan
saat bersama Brian. Kenangan yang begitu indah saat malam-malamku ditemani
olehnya untuk melihat cantiknya sang rembulan. Aku merindukannya. Tak sadar
airmataku jatuh membasahi pipiku. Sesegera aku meraih Iphoneku dan mengambil
headsetku. Now playing, Sherina-Pergilah
kau. Lengkap sudah kesedihanku malam itu.
Tak mau lagi aku
percaya
Pada semua janji-janjimu
Tak mau lagi aku tersentuh
Pada semua pengakuanmu
Kamu takkan mengerti rasa sakit ini
Kebohongan dari mulut manismu
Pergilah kau
Pergi dari hidupku
Bawalah semua rasa bersalahmu
Pergilah kau pergi dari hidupku
Bawalah rahasiamu yang tak ingin kutahui
Tak mau lagi aku terjerat
Pada semua janji-janjimu
Tak mau lagi aku terkait
Pada semua permainanmu
Bertahun-tahun bersama
Kupercayaimu, ku banggakan kamu
Kuberikan segalanya
Ku tak mau lagi
Pada semua janji-janjimu
Tak mau lagi aku tersentuh
Pada semua pengakuanmu
Kamu takkan mengerti rasa sakit ini
Kebohongan dari mulut manismu
Pergilah kau
Pergi dari hidupku
Bawalah semua rasa bersalahmu
Pergilah kau pergi dari hidupku
Bawalah rahasiamu yang tak ingin kutahui
Tak mau lagi aku terjerat
Pada semua janji-janjimu
Tak mau lagi aku terkait
Pada semua permainanmu
Bertahun-tahun bersama
Kupercayaimu, ku banggakan kamu
Kuberikan segalanya
Ku tak mau lagi
Cerpenis
Anita
Putri Kurnia Sari
XII
IPS I/06